Momen Kenaikan BBM Tidak Tepat
Momen kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dinilai tidak tepat untuk saat ini. Pemerintah belum menjelaskan secara rinci kemana realokasi anggaran subsidi tersebut mengalir. Inflikasi yang mungkin ditimbulkan adalah naiknya angka orang miskin di Indonesia.
Ketua Komisi VI DPR RI Achmad Hafisz Tohir (F-PAN) mengemukakan hal terebut sesaat sebelum mengikuti Rapat Paripurna DPR, Selasa (18/11). Menurutnya, ada rilis yang menyatakan saat ini ada 29 juta rakyat miskin di Indonesia. Dengan kenaikan ini, katanya, mungkin ada tambahan 50 juta lagi rakyat miskin di Tanah Air.
“Kalau kita ketahui hari ini kita merilis 29 juta rakyat miskin, tetapi dengan Rp2000 kenaikan BBM, saya yakin akan menyusul 50 juta tambahan lainnya. Ini yang harus kita hadapi. Bukan berarti kita tidak setuju dengan kenaikan BBM. Kalau saya melihat, naiknya BBM saat ini momennya kurang tepat,” nilai Hafisz.
Ditambahkan Hafisz, industri otomotif sedikit banyak akan terganggu dengan kenaikan ini. produksi barang dan jasa yang mengonsumsi BBM dengan sendirinya akan mendongkrak harga-harga, termasuk produk industri. Daya beli masyarakat semakin terbatas, karena penghasilannya tidak mengalami kenaikan yang signifikan. “Ini berbahaya bagi ekonomi kita,” ujarnya singkat.
Dan yang paling terpukul dengan kenaikan ini, sambung Hafisz, adalah kelompok UKM. Pemerintah dihimbau agar memiliki instrumen untuk mempertahankan UKM agar tetap berproduksi di tengah himpitan ekonomi. “UKM paling menderita dengan kenaikan BBM. Pemerintah harus memiliki instrumen bagaimana UKM bisa bertahan di saat ekonomi kita mengalami tekanan.”
Ditambahkan Hafisz, alokasi subsidi yang Rp100 triliun harus dibicarakan di DPR, karena ini bagian dari kewenangan Banggar DPR. “Tidak bisa pemerintah semena-mena mengatur Rp100 trliun itu ke mana dan di mana. Itu harus diputus di DPR,” tandasnya mengakhiri wawancara. (mh)/foto:andri/parle/iw.